Mengatasi kerawanan pangan merupakan tantangan kompleks yang membutuhkan sinergi kuat antara berbagai pihak. Kerawanan pangan, yang didefinisikan sebagai kondisi kurangnya akses fisik, sosial, dan ekonomi terhadap pangan yang cukup, aman, dan bergizi untuk memenuhi kebutuhan diet dan preferensi pangan bagi kehidupan yang aktif dan sehat, masih menjadi isu krusial di berbagai wilayah. Di Indonesia, misalnya, meskipun produksi pangan cukup, distribusi dan aksesibilitas seringkali menjadi kendala. Artikel ini akan membahas peran vital komunitas lokal dan kebijakan pemerintah dalam upaya mengatasi kerawanan pangan secara holistik.
Komunitas memegang peran penting dalam mengatasi kerawanan pangan melalui berbagai inisiatif. Salah satu contoh nyata adalah program lumbung pangan desa yang dihidupkan kembali di beberapa daerah. Melalui lumbung pangan ini, masyarakat secara kolektif menyimpan cadangan pangan, terutama beras, untuk digunakan saat terjadi paceklik atau bencana. Misalnya, di Desa Makmur Jaya, Kabupaten Sleman, pada bulan Juni 2024, warga berhasil mengumpulkan 5 ton gabah yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) setempat. Cadangan ini terbukti sangat membantu saat pasokan dari luar terhambat akibat banjir bandang pada awal Juli 2024. Selain itu, program kebun gizi keluarga yang digalakkan PKK juga berkontribusi besar. Ibu-ibu rumah tangga didorong untuk menanam sayuran dan buah-buahan di pekarangan rumah, mengurangi ketergantungan pada pasar dan memastikan ketersediaan pangan segar. Program ini telah berjalan efektif sejak Januari 2023 di berbagai kecamatan.
Sementara itu, peran pemerintah tidak kalah penting dalam mengatasi kerawanan pangan melalui kebijakan yang tepat dan implementasi yang terarah. Pemerintah pusat dan daerah perlu memastikan ketersediaan pupuk dan benih yang terjangkau bagi petani, serta memperbaiki infrastruktur irigasi dan jalan desa untuk kelancaran distribusi. Pada tahun 2025, Kementerian Pertanian menargetkan peningkatan alokasi subsidi pupuk sebesar 15% untuk petani kecil. Selain itu, program bantuan pangan non-tunai (BPNT) yang menyasar keluarga miskin juga perlu terus dievaluasi dan ditingkatkan efektivitasnya. Contoh konkretnya, pada pertengahan Mei 2025, tercatat ada 15 juta keluarga penerima manfaat BPNT di seluruh Indonesia yang menerima bantuan senilai Rp 200.000 per bulan. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa program ini telah membantu menekan angka pengeluaran untuk pangan di rumah tangga miskin. Kebijakan lain yang tak kalah strategis adalah pengawasan harga pangan oleh aparat penegak hukum, seperti yang dilakukan oleh Satgas Pangan Polri yang secara rutin melakukan pemantauan di pasar-pasar tradisional setiap hari Rabu dan Sabtu, memastikan tidak ada penimbunan atau praktik kartel yang merugikan masyarakat.
Dengan demikian, sinergi antara partisipasi aktif komunitas dan kebijakan pemerintah yang pro-rakyat adalah kunci utama dalam upaya kolektif mengatasi kerawanan pangan. Membangun ketahanan pangan yang kuat berarti memastikan setiap individu memiliki akses terhadap pangan yang cukup, aman, dan bergizi, kapan pun dan di mana pun.